Following My Youtube Chanel Subscribe Now!

Sahabat

Pada malam hari saat itu, aku sedang berkumpul bersama teman-teman di markas yang biasa kami tempati. Saat itu, malam terasa dingin. Ditambah hujan lebat yang mengguyur dan angin yang menembus ventilasi markas, menambah suasana dingin semakin mencekam. Menggigil.
Dingin mencekam. Kami saling menatap.
Rasa lapar menambah siksaan bagiku. Memang sejak siang tadi perutku belum kemasukan sesuatu yang bisa dimakan. Siang tadi aku tidak punya selera makan. Dan baru malam yang dingin ini nafsu makanku datang.
Aku sempat mendengar bunyi yang tidak aneh bagi telinga dari teman yang duduk di sebelahku, “Kriuk, kriuk.” Aku tersenyum, ternyata, bukan aku saja yang merasa lapar. Hampir semua orang yang berada di markas merasakan hal yang sama. Dingin dan lapar.
“Siapa yang mau menjadi pahlawan?” kata salah satu dari kami yang duduk di sudut markas yang sekaligus memecah keheningan.
“Ayolah Jaz! Biasanya yang menjadi pahlawan kan kamu,” sambung teman yang lain yang juga merasakan lapar dan dingin.
Ayo…, ayo…, dan ayo… kata-kata itu terus bersambung dari teman-teman yang lain. Namun, Jaz (nama panggilan dari temanku yang biasa menjadi pahlawan dilaka orang yang lain sedang kelaparan).
Selama lima menit tidak ada yang angkat bicara. Rupanya, dingin dan lapar membuat kami semakin lemas dan loyo.
“Bismillah,” seseorang yang berada di depanku bersuara, yang tidak lain adalah Jaz.
“Ayo kumpulkan uangnya! Aku yang akan berangkat untuk membeli nasi,” kata Jaz kepada kami.
Tanpa menunggu waktu lama, uang pun terkumpul. Cukup untuk membeli nasi enam bungkus.
Jaz berangkat sendirian, tanpa seorang teman. Pantaslah baginya untuk dijuluki sebagai seorang pahlawan. Meski yang ditolong mengenai masalah perut.
49 menit kemudian.
Jaz datang dengan sekantong keresek yang berisi nasi yang masih hangat.
Ia pun membagikan bungkusan nasi kepada kami yang dari tadi menahan lapar dan dingin. Ketika masing-masing dari kami memulai makan bungkusan nasi terjadi hal yang ganjil. Ternyata, si Jaz tidak kebagian nasi yang dibelinya.
“Bagaimana bisa?” suara kami hampir bersamaan. “Trus, kamu gak makan,” lanjutku.
“Gak masalah, yang penting kalian kenyang dan enak,” kata Jaz.

Dia tahu arti sahabat daripada kami yang menahan lapar. Andaikan kamu hidup di zaman kemerdekaan, maka bukan tidak mungkin saat ini manumen pahlawan menghiasi jalanan kota Surabaya dengan bertuliskan Jazuli is Hero.

Post a Comment

© Operator Santri. All rights reserved. Premium By Tech Bangla Info