Sejak aku duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), aku selalu duduk di bangku bagian depan, bangku yang dekat
dengan ustad.
Jarang sekali aku
menemukan hal aneh, semuanya tetap. Yang ada di depanku hanyalah bangku yang
aku gunakan, banggu yang di tempati guru dan papan tulis beserta kapur dan alat
penghapusnya.
Begitu jelas apa yang
dipaparkan guru setiap kali ia mengajar. Tidak ada kekurangan dalam pendengaranku.
Aku selalu paham atas apa yang dijelaskan. Bahkan penjelasan itu masih terasa
kental dalam kehidupanku kini. Begitu terasa.
Saat itu. Banyak teman
yang bertanya mengenai pelajaran yang tidak dipahami kepadaku. Aku jelaskan
pertanyaan-pertanyaan teman-temanku itu seperti apa yang aku tangkap dari
penjelasan guru. Teman-teman puas dengan apa yang aku jelaskan. Mereka tanpa
bertanya lagi.
Bangku depan it’s
the best.
***
Suatu saat aku duduk
di bangku bagian belakang karena ada hajat yang aku bicarakan dengan teman. Aku
tidak menyadari kalau guru telah masuk kelas dan duduk di bangkunya.
Dengan begitu. Aku
tetap duduk di belakang. Aku rasakan hal yang tidak aku rasakan ketika duduk di
bangku belakang. Ada hal baru.
Hal baru itu adalah,
aku bisa melihat teman sekelas dengan pandanganku, luasnya ruangan kelas baru
aku rasakan saat itu. Aku lebih leluasa memandang teman-temanku, siapa saja
yang ada di dalam ruangan kelas bisa aku pandang. Tanpa terkecuali.
Aku merasakan kuncup
bunga mulai tumbuh di hatiku, senang bercambur bahagia. Ada hal baru yang aku
rasakan dan ketahui. Ternyata dunia tidak hanya itu-itu saja. Dunia itu luas,
seluas mata memangdang. Semakin dicari, maka semakin banyak hal baru yang
didapatkan
Namun, ada suatu hal
yang aku sangsikan dari perasaanku yang berbunga-bunga saat itu. Aku mencoba
berpikir dan memeras otak untuk menemukan kejanggalan yang ada di dalam otak.
Begitu lama aku
termenung, namun tidak juga aku temukan kejanggalan itu. Kejanggalan yang ada
di dalam otakku itu masih tertutupi oleh rasa bahagiaku yang lebih besar.
“Aha…” akhirnya aku
temukan apa yang aku cari dalam otakku. Dengan sendirinya ia muncul ke atas
permukaan.
Kejanggalan itu berupa
‘semakin jauhnya jarak dengan guru’.
Hal hal yang aku
rasakan ketika duduk di bangku depan tidak aku
rasakan di bangku belakang. Semakin jauh jarakku dengan guru, semakin
sedikit aliran batinku dengan guru. Semakin jauh pandanganku dari guru, semakin
jauh pula keterkaitan firasatku dengan guru. Akibatnya, pelajaran begitu sulit
bagiku untuk dipaham, tidak semudah ketika aku duduk di banggu depan.